Senin, 19 Oktober 2015

       Suku Minangkabau merupakan suku yang suka merantau. Barangkali hal ini berasal dari karakteristik nenek moyang mereka yang suka merantau. Banyak pendapat berkenaan dengan nenek moyang suku Minangkabau. Beberapa buku yang saya baca menyebutkan bahwa nenek moyang mereka adalah bangsa Deutro Melayu dari daratan Indo China. Salah satu karakteristik lain dari suku Minangkabau adalah adat yang dipegang dengan kuat. Adat istiadat mereka dipertahankan melalui tambo, yang merupakan cerita tentang nenek moyang mereka dan diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi.

Salah satu karakteristik budaya yang unik dari suku Minangkabau adalah budaya matrilineal, di mana peran perempuan lebih dominan dari laki-laki. Alur keturunan didapatkan dari jalur ibu. Hal ini tentu berbeda dengan nilai-nilai Islam yang lebih banyak menganut paham patrilineal. Pada mulanya, saya bingung memikirkan bagaimana kedua nilai-nilai yang terkesan bertentangan ini dapat dipersatukan ? Hasil membaca buku-buku tentang Minangkabau serta diskusi dengan beberapa tokoh Minangkabau di sekitar tempat tinggal saya, mendapatkan sesuatu yang menarik yang menurut saya layak untuk dibagi. Sinergi nilai-nilai Islam dengan budaya Minangkabau tidak terlepas dari gerakan pembaharuan dari kaum padri, yang salah satu tokohnya adalah Datuk Malim Basa atau terkenal dengan Tuanku Imam Bonjol.
Pada mulanya gerakan pembaharuan Islam dari kaum padri mendapatkan tentangan keras dari kaum adat, sehingga menimbulkan perang padri antara kaum padri dengan kaum adat yang dibantu Belanda. Namun pada akhirnya, dengan kesadaran untuk bekerja sama mengusir Belanda, mereka bersatu untuk melawan Belanda. Hal ini menyebabkan gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau lambat laun dapat diterima masyarakat.
Dalam melaksanakan gerakan pembaharuan Islam, kaum padri tidak lantas menghapus budaya-budaya dari suku Minangkabau dari generasi-generasi sebelumnya. Apa yang mereka lakukan adalah dengan menafsirkan nilai-nilai budaya dengan nilai-nilai Islam secara bijaksana. Penafsiran ini menyebabkan nilai-nilai budaya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Contoh menafsirkan budaya Minangkabau dari sudut pandang Islam diantaranya adalah sebagai berikut :

Adat : Anak laki-laki harus meninggalkan rumah untuk mencari pengalaman dan mencari ilmu.
Islam : Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Islam menyerukan dan memotivasi umatnya untuk menuntut ilmu setinggi mungkin dan kemudian mengajarkannya kepada orang lain.

Adat : Anak muda harus merantau untuk bertemu dengan banyak orang dan menggali kebijakan dan mencari masa depan yang lebih baik.
Islam : Mengembara dan merantau untuk mempelajari peradaban bangsa lain dianjurkan dalam Islam untuk meningkatkan Iman kepada Allah SWT.

Adat : Wanita itu menentukan sendiri dengan siapa dia akan menikah.
Islam : Wanita tidak boleh dipaksa dengan siapa dia akan menikah.

Adat : Bundo kanduang adalah pemimpin sekaligus pengambil kebijakan dalam rumah gadang.
Islam : Ibu berhak dihormati tiga kali lipat dari ayah.

Demikian luhur dan bijaksananya kaum padri untuk menafsirkan nilai-nilai budaya dalam pandangan Islam, sehingga bisa bersinergi secara harmonis, yang kemudian terkenal dengan "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah". Tulisan ini berasal dari berbagai sumber, saya menuliskan apa yang suddah ada karna saya rasa ini sangat bermamfat untuk saya dan para generasi muda pad umumnya. MAS'UD ABID, S.Pd