Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas Suku Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkatgamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan.Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15
sampai 17,5 sentimeter, pada bagian bawahnya berlubang sedangkan pada
bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima
sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang
berbeda-beda. Bunyinya dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan
pada permukaannya. Memainkan alat musik talempong dapat dilakukan dengan
dua cara.
Cara pertama yaitu, talempong diletakkan
di atas standar yang tersusun rapi serta berukuran rendah sehingga
dapat dimainkan sambil bersimpuh di atas tikar. Talempong jenis ini
disebut talempong duduk. Zaman dahulu, talempong duduk selalu berada di
setiap rumah gadang (rumah adat) yang dimainkan oleh anak gadis sebagai
pengisi waktu senggang. Akan tetapi, sekarang talempong duduk sudah
jarang ditemukan. Talempong duduk hanya terdapat di daerah pinggiran
seperti desa sekitar Talang Maun dan Kabupaten Lima Puluh Kota.
Cara kedua disebut dengan istilah
talempong pacik yang dimainkan dengan dijinjing ibu jari. Talempong ini
bisa dimainkan sambil duduk, berdiri, atau sambil berjalan. Pada umumnya
yang memainkan alat musik ini adalah kaum pria tua maupun muda. Musik talempong pacik merupakan suatu jenis kesenian berbentuk ensambel telempong.
Namanya juga ensemble pastinya musik ini dimainkan oleh sebuah
kelompok. Konsep kelompok ini sangat penting dalam membangun harmonisasi
dan sambung-menyambung nada atau interlocking. Dalam hal ini, masing-masing musisi harus kompak dan mempunyai apresiasi yang searah (khusus tradisi musik talempong), sehingga terjadi kesatuan dalam susunan bunyi yang dilahirkan secara berkelompok.
Genre talempong pacik mengutamakan
jalinan permainan ritmik menuju suatu hasil berupa melodi-melodi pendek
yang selalu berkembang, diiringi oleh beberapa alat musik lain dalam
fungsi ritmik seperti gandang dan rapa’i (single headed frame drum), dan alat musik pupuik gadang yang berfungsi melodis. Pupuik gadang atau pupuik liolo yang memiliki banyak lidah (multiple-reed) juga dianggap tidak begitu penting dalam komposisi musik talempong pacik; fungsi musikalnya tidak berhubungan langsung dengan aspek interlocking.
Talempong pacik relatif banyak ditinjau dari nama-nama lagunya, namun adakalanya ditemui kesamaan dasar lagu antara repertoar telempong pacik suatu nagaridengan nagari lain,
sedangkan nama atau judul lagunya berbeda. Sebaliknya, nama lagunya
sama tetapi dasar komposisinya berbeda, maka tetap saja lagunya berbeda.
Hal tersebut terjadi karena peranan
seniman-seniman yang mewariskan tradisi musik tersebut. Dalam proses
penyebarannya terjadi persilangan pewarisan, misalnya pewaris mewariskan
pada orang di daerah atau nagari lain. Kadangkala para seniman tidak
mengenal nama lagu, mereka hanya mengetahui komposisi musiknya saja,
tetapi karena suatu hal mereka harus memberi nama terhadap musiknya atas
permintaan pihak tertentu dan terjadilah kesamaan nama dengan nama lagu
yang telah ada di tempat lain.
Fungsi gendang dalam ensambel talempong pacik tidak selalu sama.Perbedaan yang tampakpada umumnya dalam hal pola ritme gendang dengan pola ritme talempong. Beberapa kelompok yang lain menggunakan gendang dalam fungsi mempertegas hasil jalinan ritme (interlocking) permainan talempong sedangkan kelompok talempong pacik lainnya menggunakan gendang hanya sebagai pengatur tempo dan memberi aksen dalam bentuk ritme konstan.
Seperti alat musik tradisional Sumatera Barat pada umumnya, talempong pacik biasa dimainkan saat acara adat. Misalnya, pesta perkawinan dan perhelatan adat lainnya. Sehingga kesenian talempong pacik ini banyak menarik minat masyarakat pendukungnya. Untuk melestarikannya, talempong biasanya diperlombakan hingga tingkat provinisi.
Di daerah Minangkabau, musik talempong
tetap bertahan secara murni sebagai warisan nenek moyang. Tema lagunya
diangkat dari peri kehidupan masyarakat. Musik talempong sebagai seni
tradisional memiliki dua macam tangga nada yang dinotasikan, yaitu
5-6-1-2-3 dan 1-2-3-4-5.
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari Galombang.
Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu
istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga nada do dan diakhiri dengan si. Talempong biasanya dibawakan dengan iringan akordeon, instrumen musik sejenis organ yang didorong dan ditarik dengan kedua tangan pemainnya. Selain akordeon, instrumen seperti saluang, gandang, sarunai dan instrumen tradisional Minang lainnya juga umum dimainkan bersama Talempong.Ada juga beberapa jenis alat musik tradisional suku minangkabau lainnya pupuik daun padi,pupuik tanduak kabau, bansi, rabab pasisia jo pariaman.
Menurut fungsinya ada beberapa macam talempong, yaitu :
- Talempong Duduk
- Talempong Pacik
- Talempong Garetek
- Talempong Tingkah
- Talempong Sawut
- Talempong Batu
Keterangan :
1. Talempong Duduk diletakan berjajar di atas kayu dengan jumlah pencon 14 buah, dibaris menjadi (dua) 2 jajar.
2. Talempong Pacik cara memainkannya
dengan ditenteng tangan kiri sementara tangan kanan memukulnya. Karena
memainkannya dengan diiringi .
3. Talempong Garetak digunkan untuk melodi.
4. Talempong Tingkah berfungsi untuk rimis.
5. Talempong Sawut berfungsi untuk nada - nada utama.
6. Talempong Batu -> Talempong Batu
ini di jumpai dalam satu bangunan di halaman Balai Adat Nagari Talang
Anau , banyaknya 6 (enam) buah batu yang tersusun rapi berjajar diatas
bantalan yang terbuat dari bambu . Pada sebuah batu talempong tersebut
terdapat sebuah lukisan telapak kaki, warna batu talempong itu hitam
memudar laksana logam yang akan dipukul akan menimbulkan bunyi nyaring
seperti nada alat musik tradisional Minangkabau yang terbuat dari logam
yaitu Talempong. Lempengan batu yang berada di Talang Anau ini telah
disusun sesuai dengan tangga nada yang dikeluarkan oleh masing-masing
lempengan batu tersebut sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu
tradisional Minangkabau.
Berdasarkan cerita masyarakat setempat,
konon batu talempong ini ditemukan pertama kali oleh seorang ulama
bernama Syeikh Syamsudin. Waktu ditemukan ditaksir masyarakat sekitar
abad 12 masehi, sewaktu syeikh ini bermimpi didatangi seorang berjubah
putih, berjanggut panjang sampai kepusat dan memakai serban. Orang tua
dalam mimpi Syeikh ini memberi tahu bahwa ada beberapa buah benda yang
sekarang berserakan dalam hutan yang ditumbuhi Talang dan daun enau.
Benda tersebut akan dapat memberi manfaat bagi anak cucu dan masyarakat
kalau dapat dikumpulkan .
Ada sifat magic yang dimiliki oleh
lempengan batu itu, yaitu sebelum dipukul atau dibunyikan maka batu ini
harus diasapi dengan kemenyan putih. Apabila tidak dilakukan tatacara
ini, niscaya lempengan batu ini tidak akan menimbulkan bunyi yang
nyaring seperti talempong pada umumnya tetapi akan tetap berbunyi
layaknya seperti batu biasa yang dipukul. Lebih celaka lagi apabila
orang yang memukul batu tersebut melakukannya dengan rasa tidak percaya
akan kegaiban dari batu tersebut serta meremehkannya, maka berdasarkan
keterangan orang-orang disekitar lokasi si pemukul akan terkena kutukan
berupa penyakit yang tidak akan bisa disembuhkan dan bisa merenggut
nyawanya sendiri.
Lokasi Talempong Batu : Nagari Talau
Anau ,Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat ,
± 172,00 Km dari Padang.
Di Negeri Sembilan,
Malaysia, Talempong dikenali dengan nama Caklempong. Negeri Sembilan
telah didatangi oleh suku Minangkabau yang bermigrasi dari Sumatera
Barat pada abad ke 15 Masehi dan satu-satunya negara bagian di Malaysia
yang mengamalkan sistem Lareh Bodi Caniago.